Monday, May 30, 2005

Benigno Servillano Aquino

Benigno Servillano Aquino
Nyawanya Sebagai Tumbal

Taipei, 21 Agustus 1983, Suasana terasa lembab dan gerah pada pagi hari. Karena begitu gerahnya sehingga seorang laki-laki yang akan melakukan perjalanan pentingnya tidak mengenakan rompi anti pelurunya. Laki-laki tersebut hanya mengenakan safari berwarna krem, pakaian yang dikenakannya pada saat ia meninggalkan Manila menuju tempat pengasingannya tiga tahun yang lalu. Di baju itu terdapat tanda “BSA”, artinya “Benigno Servillano Aquino”
Tidak tahannya ia menghadapi panas jika ia menggenakan rompi anti pelurunya mengakibatkan ia harus kehilangan nyawanya di bandara kota Manila, ditembak oleh orang yang tidak diketahui siapa dalangnya. Peristiwa penembakan itu sendiri telah menggegerkan situasi politik Filipina dan juga internasional.
Dampak dari penembakan ini membawa stabilitas keamanan negara menjadi kacau yang pada akhirnya menjalar pada kondisi ekonomi dan pada puncaknya menimbulkan gerakan “People Power” yang menggulingkan Presiden yang sedang berkuasa.
Ninoy adalah saingan politik Marcos, yang pada saat itu menjabat sebagai presiden Filipina. Sejak tahun 1972, Ninoy dipenjara seorang diri oleh pemerintahan Marcos. Ia didakwa memiliki senjata gelap, membunuh dan melakukan tindakan subversive oleh mahkahma militer. Tahun 1980, Ninoy dibebaskan dari penjara untuk menjalani operasi jantung di Dalas. Selanjutnya ia mengasingkan diri selama tiga tahun di Amerika Serikat.
Selama tinggal di Amerika Serikat, Ninoy menjadi semakin popular. Hal ini karena Ninoy adalah orang yang ramah dan terbuka. Ia sangat senang melakukan pembicaraan tentang masalah politik internasional dan membicarakan kelemahan-kelemahan pada system politik dan pemerintahan Filipina.
Karir Ninoy dimulai sebagai wartawan dan ia sempat menjadi utusan Presiden Ramon Magsaysay untuk membujuk Luis Taruc di hutan Pulau Luzon. Karirnya naik dalam dunia politik ketika ia terpilih sebagai walikota Conception pada usai 22 tahun. Pada usia 28 tahun, Ninoy telah menjabat sebagai gubernur termuda di propinsi Tarlac. Pada masa sebagai Gubernur, Ninoy mengawini Corazon Cojuangco, putrid jutawan pemilik Hacienda Luicita. Ninoy berubah menjadi seorang jutawan radikal yang membagi-bagikan tanah Aquino dan tanah yang dibelinya sendiri, dan memberikannya kepada petani. Suatu tindakan yang tidak mungkin dilakukan oleh kaum kapitalis Filipina.
Usia 34 tahun, Ninoy telah menjadi senator termuda di Filipina dan banyak suara yang mengatakan bahwa Ninoy merupakan figur yang tepat sebagai Presiden Filipina berikutnya. Tetapi sejarah ternyata terbukti berbeda. Ninoy dihadang oleh Macros dan dibawa ke penjara melalui Mahkamah Militer, selanjutnya Marcos memberlakukan undang-undang darurat.
Keyakinan akan apa yang diperjuangkannya secara jelas tercermin pada buku “Filipina;Demokrasi atau Kediktatoran” yang belum selesai ditulisnya. Dibuku ini ia menulis, “Perjuangan di Filipina adalah konflik antara mereka yang dikuasai “efesiensi” otoriterisme dengan mereka yang percaya bahwa demokrasi, dengan segala cacat dan inefesiensinya, merupakan harapan terbaik manusia untuk kebaikan dan kemajuan.” Ia menambahkan, Rasa keadilan manusia membuat demokrasi menjadi mungkin, tetapi ketidak adilan membuat demokrasi menjadi penting.”
Mei 1983, Ninoy merencanakan pulang ke Filipina untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi pemilihan parlemen pada Mei 1984. Ia merasa tidak mungkin untuk dapat menduduki posisi puncak dalam parlemen, karena yang melakukan penghitungan suara adalah kaki tangan Marcos, tapi ia memiliki target untuk dapat memotong fasilitas keuangan yang selama ini diperoleh Marcos.
19 Juli 1983, Imelda Marcos yang sedang melakukan kunjungan ke AS mengadakan pertemuan dengan Ninoy. Imelda menjanjikan perpanjangan paspor Ninoy dan menganjurkan agar Ninoy mengajukan usulan ke Konsultan Filipina di AS. Tetapi, begitu Ninoy mengajukan usulan perpanjangan paspor, usulan itu ditolak dengan alasan adanya rencana pembunuhan pada Ninoy yang dilakukan oleh sanak saudara korban pembunuhan politik yang didalangi Ninoy. Ninoy diminta untuk menunda kepulangannya sampai polisi rahasia Filipina dapat menetralisi para calon pembunuh itu. Akan tetapi hal ini tidak membuat Ninoy menyerah untuk kembali ke Filipina.
Macros berkali-kali membuat ketentuan untuk menghambat Ninoy dapat kembali ke Filipina, termasuk salah satunya mencairkan kembali keputusan hukuman mati buat Ninoy. Sementara itu Imelda membujuk Ninoy dengan memberinya kesempatan untuk melakukan bisnis di AS bila ia merubah rencana kepulangannya, Tetapi Ninoy tetap menolak. Ninoy tetap merencanakan untuk pulang kembali ke Filipina.
Sabtu, 20 Agustus, sehari sebelum kepulangannya, Ninoy menghabiskan waktu untuk berbicara dengan para wartawan yang berencana untuk ikut dalam rombongan Ninoy. Mereka mengejar Ninoy dengan pertanyaan-pertanyaan dan tentang Macros, saingan politiknya. Tentang pembunuhan yang mungkin terjadi, Ninoy menjawab, “Pembunuhan merupakan bagian dari pelayanan umum. Lihatlah apa yang terjadi pada Presiden Reagen. Jika nasib saya mati di tangan pembunuh, apa boleh buat, tetapi saya rasa bahwa demokrasi tidak akan mati jika disetujui oleh rakyat”
Akhirnya pesawat China Airlines yang membawa tokoh oposisi Filipina yang paling Vokal itu semakin mendekati Manila. Ketika pesawat China Airlines menyentuh landasan, wajah tegang terlihat pada Ninoy, tetapi tidak lama kemudian ia terlihat tenang. Sambutan massa dilapangan terbang terlihat jelas dan mereka mengelu-elukan seorang tokoh yang diharapkan dapat membawa perubahan politik dan kesejahteraan bagi masyarakat.
Ketika pesawat akan berhenti, terlihat ada serdadu berseragam khaki di dekat landasan. Terlihat juga sebuah kendaraan yang parkir di landasan dan sebuah van berwarna biru. Ketika pesawat berhenti, tiga serdadu berseragam khaki masuk kedalam pesawat. Kemudian berhenti di depan Ninoy, setelah mereka berdialog dengan bahasa tagalong, Ninoy lalu berdiri dan melangkah ke luar pesawat dikawal oleh tiga serdadu itu.
Kira-kira sembilan detik setelah Ninoy keluar. Terdengar tembakan pertama, dan empat detik kemudian terdengar tiga suara tembakan lagi. Ninoy lalu tergeletak dilandasan dengan darah dikepalanya. Kematiannya telah menjadi inspirasi masyarakat Filipina sehingga terbentuk “People Power” yang dapat meruntuhkan kekuasaan presiden Marcos. Marcos juga akhirnya mengungsi ke negara lain seperti yang pernah dialami oleh Ninoy.
Ninoy telah menjadi martir dengan kepulanganya. Mungkin hanya karena kematiannya maka Filipina dapat melaksanakan pemilu paling bersih dari Pemilu-pemilu sebelumnya.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home